Anak usia dibawah 18 tahun pantaskah bermain sosial media

Anak usia dibawah 18 tahun pantaskah bermain sosial media

Realita yang terjadi saat ini

Mengejutkan dengan apa yang menimpa generasi bangsa saat ini. Di depan rumah saya ada warung dan koperasi dengan wifi gratis. Saya perhatikan setiap hari rame pada nongkrong disana. Tidak hanya remaja bahkan anak-anak yang masih duduk di sekolah dasarpun gabung. Sayangnya mereka duduk bersama tapi memandangi hp masing-masing. Ada yang main game (COC apalah itu), ada yang chatting, nonton youtube, tidak sedikit yang sibuk dengan sosial media.

Tempat kelahiran saya di desa, namun desa yang sudah rawan menjadi kota. Pariwisata sedang berkembang disini. Banyak villa dan hotel baru dibangun. Teknologi dan internetpun sudah meyusup bahkan telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Di desa saya sudah bisa akses sinyal 4G, dapat dikatakan daerah yang cukup maju dari sisi insfrastruktur jaringan internetnya.

Sudahkah SDM kita siap dengan serangan teknologi?

Semakin hari syarat untuk memiliki gadget dengan smart system semakin mudah dengan harga yang terjangkau. Tidak salah mengapa anak-anak SD pun sekarang sudah memiliki gadget sendiri.

Teknologi dan internet memang bagai pisau bermata dua, jika salah menggunakan malah bisa membawa celaka. Sudah siapkah SDM kita dengan gempuran perkembangan teknologi dan internet? sudah cukup bijak kah SDM di Indonesia dalam memanfaatkan internet? Sudahkah mereka mengetahui etika dalam berinternet? 

“Si buta mulai bisa melihat” dapat diistilahkan seperti itu bagi orang-orang yang selama ini hidup gelap tiba-tiba mengenal teknologi dan internet dengan akses yang tanpa batas. Dalam dunia baru ini semua terlihat indah, semua bagus. Padahal apa yang dilihatnya bisa jadi hanya tipuan belaka. Sebagai pengguna internet yang cerdas dan bijak, alangkah baiknya bekali diri dulu dengan etika berinternet yang baik dan benar. Berinternet lah yang sehat, jangan kembali dibutakan oleh internet.

pengaruh sosial media
Inikah kehidupan sosial yang sesungguhnya

Zombifikasi

Waktu hanya bisa dihabiskan tapi tidak bisa ditabung. Jika generasi muda sekarang terbiasa dimanja dengan memberikan gadget di usia dini, yang terjadi apa? waktu mereka habis hanya untuk bermain di dunia maya dan terlibat dalam skenario drama. Mereka bahkan sampai lupa mengembangkan kapasitas diri. Disinilah peranan keluarga dan orang tua sangat dibutuhkan dalam mengawasi dan membimbing perkembangan anak-anaknya.

Saya belum memiliki anak dan saya belum bisa dikatakan orang yang sukses mendidik anak, namun secara pribadi saya merasa miris dan sayang sekali jika SDM generasi bangsa didewasakan oleh media sosial, iklan dan drama yang meracuni mereka. Sebagai orang tua dan pembina marilah bersama-sama kita temukan solusi terbaik untuk kemajuan SDM penerus bangsa. Setuju yaa!

Jangan sampai menjadi zombie konsumerisme (Tindakan mengkonsumsi apapun tanpa berpikir terlebih dahulu)

Pantaskah anak dibawah usia 18 tahun bermain sosial media?

Dari sisi pandang saya pribadi menjawab PANTAS namun WAJIB dalam pengawasan. Kembali lagi ke cara pandangan masing-masing. Ada yang beranggapan ini tidak berdampak apa apa, toh hanya main-main saja, mencari hiburan. Namun saya beranggapan media sosial berpengaruh besar terhadap mental dan perilaku remaja saat ini.

Sudahkah anda memanfaarkan teknologi dan internet dengan benar dan bijak?

Bagaiamana saya memandang sosial media

1. Sosial media sejatinya tidak di design untuk anak anak usia labil

Bagaikan orang yang memakai baju kebesaran. Itulah yang tepat menjadi perumpanaan bagi anak-anak usia dini yang sudah mengenal dan mengkonsumsi sosial media. Belum saatnya mengenakan itu namun dipantas pantaskan, karena takut dicap ketinggalan teknologi dan ketinggalan jaman. Padahal didikan sosial media tidak menjamin mampu mendewasakan remaja remaja labil.

2. Sosial media adalah teknologi hiburan

Perhatikan bersama sama, konten apa yang banyak tersebar di media sosial? ada iklan, promosi, hiburan, edukasi, tips dan trik, informasi, opini, berita bahkan ada juga hoax. Ada banyak sekali kategori konten yang tersebar. Konten apa yang banyak dapat anda temukan, selain status teman dalam jaringan anda? Apakah konten-konten yang tersebar di media sosial itu benar-benar penting untuk anak-anak/ remaja? 

Mengenalkan teknologi lebih dini kepada anak-anak bukan jaminan anak menjadi pintar di kemudian hari. Membelikan mereka gadget dan membiarkan mereka bermain dengan gadgetnya tidak menjamin anak tumbuh dan berkembang menjadi remaja dewasa yang siap dengan perkembangan teknologi.

Saking sayangnya orangtua pada anak, kadang tidak sadar apa yang dilakukan malah bisa mencedrai perkembangan alami mental dan pendewasaan anak anaknya.

3. Sosial media membahayakan perkembangan mental

Dalam satu jaringan seorang anak/ remaja sudah bisa memiliki lebih dari 500 pertemanan online. Apakah 500 teman-teman online ini memang benar-benar dia butuhkan? Apakah kualitas pertemanan online nya benar benar bermanfaat?

Sebaran iklan dan hiburan membuat remaja labil menjadi mudah baperan. Itu dilihat bagus, ini diinginkan, yang disana menarik. Tidak sedikit remaja yang tiba-tiba berubah style menjadi gadis Korea. Memakai lensa mata berwarna biru dan bulu mata palsu. Membeli rambut palsu yang indah demi foto postingan yang nampaknya cantik. Terlalu banyak terlibat dalam drama dunia maya, lama-lama bisa mempengaruhi mental. Lebih baik tidak tahu daripada tahu namun ternyata tidak membaikan.

Anak/ remaja labil di usianya seharusnya mengisi diri dengan ketrampilan yang mampu meningkatkan kualitas dirinya. Memiliki teman di dunia nyata (walau lebih sedikit) namun benar-benar berkualitas itu akan lebih baik dalam perkembangan kedewasaan anak.

4. Sosial media bisa menjadi candu

Sehari tidak online rasanya ada yang kurang. Tidak melihat perkembangan di sosmed rasanya belum puas. Apalagi yang terbiasa main game online. Kebiasaa ini dapat mempengaruhi dan merubah perilaku seseorang di kemudia hari. Terlalu terbiasa bermain dengan screen. Sedang nongkrong mantengin screen, kumpul bareng keluarga mandangin screen, bahkan makanpun sambil mainin hp. Beginilah saat screen sudah menjadi candu. Hal ini perlahan dapat menurunkan kemampuan anak dalam berkomunikasi langsung dan memicu ke-engganan bertatap muka. Karena dia menemukan dunia yang lebih menarik di internet.

sosial media

5. Menutupi potensi anak/ remaja

Memang segala sesuatu ada yang positif dan negatifnya. Banyak anak/ remaja yang terbantu dan terinspirasi dari sosial media, namun banyak juga anak/ remaja yang membuang banyak waktunya hanya untuk bermain-main di dunia maya. Di usia remaja otak kognitif aktif berkembang seharusnya diisi dengan belajar hal baru yang bermanfaat. Seperti belajar main musik, belajar menulis, belajar design dan sebagainya  untuk meningkatkan kualitas diri.

 

Kontrol terhadap sosial media

Sebagai pendidik, pembina dan orangtua yang peduli dengan generasi sudah saatnya beraksi. Mengawasi dan mengarahkan anak/remaja pada aktivitas yang baik dan cocok untuk mereka. Berikut beberapa tips untuk para orang tua dalam menyikapi persoalan sosial media.

  • Menunda ijin penggunaan sosial media. Berikan waktu untuk anak agar menjadi dewasa secara alami. Menjadi dewasa terlebih dahulu baru kemudian bermain internet. Remaja dengan pemikiran dewasa lebih cerdas dan bijak dalam memanfaatkan teknologi.
  • Mengikuti akun mereka. Yang namanya internet (jaringan global) tidak ada yang namanya privacy. Server dengan tingkat pengamanan yang tinggipun bisa di retas. Amati aktivitas akun si anak. Ketahui siapa saja temannya dan apa saja yang sering dia bagikan. Sebagai orang tua jangan seperti remaja labil juga, dikit-dikit mewek, apa apa update status. Sebagai orang tua seharusnya mendorong anak untuk terbiasa komunikasi langsung bertatap muka. Atau berbicara melalui telephone, bukan dengan curhat di facebook.
  • Ijin akses dan kontrol. Mengijinkan anak online hanya dengan screen besar. Ini tentu susah karena anak-anaknya sudah terlanjur dibelikan smart phone. Sebagai orang tua peduli cek-lah handphone anak secara rutin. Memberi kemudahan akses terhadap internet membuka potensi permasalahan lewat akses akses tersembunyi. jadi lakukan tindakan antisipasi.
    Yang terjadi mengapa orang tua justru jauh terkesan lebih tertinggal dari anak-anaknya ya?! sehingga orang tua seperti ketinggalan kontrol terhadap anaknya.
  • Lebih sering adakan acara ngumpul. Kembali lagi mengingatkan bahwa anak/ remaja usia labil tidak membutuhkan 500 an teman online. Ini hanya membuat dia menjadi sibuk untuk sesuatu yang tidak benar-benar bermanfaat untuk dia. Sering adakan acara kumpul keluarga atau kumpul bareng temannya. walau hanya nge-teh bareng dengan 4 orang teman nyata itu lebih baik untuk mengembangkan kehidupan sosial yang lebih sehat.
Simpulan

Semoga apa yang saya bagikan ini menginspirasi dan membuat para orang tua semakin bijak dalam menyayangi anak. Mengingatkan kembali bahwa perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Jangan sampai sosial media menggantikan peran keluarga. Jangan sampai sosial media mempengaruhi perkembangan pendewasaan anak anda. Karena tidak semua yang disajikan di sosial media mampu membaikan. JIka mengijinkan anak untuk bermain di dunia maya, maka awasilah!

 

Salam rongrangreng!